![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRQWMbdvn-MGbPbbyNxr9tdScg9zARN32SIgTHv0fxItwuWM5tvevxfz5LXn1kPtu1sTmISrgF5TU0AL8iQZUGSNEExYwp-0jdCBQqh4Ur0v8SBaVbXmPMKc3lrMH5nQiKCgfvCLD1_Y3h/s320/images%5B52%5D.jpg)
Jika syair yang kupahat pada matahari
Tak lagukan tangis hatiku yang pilu
Bergelanyut rinduku padamu diam
Di pekat jelaganya malam
Mataharipun merah tua
Yang ku bungkus dalam robekan doa
Lalu kukirimkan pada badai
Yang merayap didekat rongga dadamu
Namun bumi luluhkan dirimu
Dalam bara rindu yang beku
Tataplah bulan sabit kemilau
Yang warnai bayangku dalam darah dan nadimu
Sementara malaikat nyanyikan gemuruh tembang
Cahaya cadaskan seluruhmu dipadang gersang
Kau hampiriku dengan setangkai bunga kematian
Yang dulu kau tanam
Dalam kedap biru lautan
Di remangnya cahaya bulan
Di bibir celita gadis priyangan
Dimana nafas mereka riuh bertindihan
Sedangkan tangismu bukanlah hujan belia
Kau padamkan separuh jiwaku yang nyala
Maniz, 18 April 2008
1 komentar:
Maafkan Aku
maafkan aku...
yang telah mengambil keputusan itu..
mata hatiku yang telah beku
tak sanggup menatap rindu
entah apa yang salah
aku sudah terlalu lelah
langkahku waktu itu terasa gundah
dalam getir aku melangkah
mungkin dulu...
aku menatap bayangan semu
yang membuat aku yakin
dan sekarang aku menjadi ragu
biarlah waktu akan menjadi saksi
pengharapanmu untuk mengetuk hati
mata hatiku nyata atau ilusi
meski bayangmu selalu hadir di sini
biarlah, demi masa
waktu akan membuktikannya
apakah cinta masih setia
apakah kita masih bisa bersama
Posting Komentar