17 Juli 2008

Membekasnya Lumpur..


Dari sela jendela ku tatap ia lekat. Entah kenapa dia menjadi sumber gravitasi mata dan hatiku, sedikit geriknya selalu menarik bola mataku ikut serta. Aku benar benar terpana… jauh dari alam sadarku sendiri…
Bruakkk.. suara keras mengagetkanku….Tersumbul sosok yang familiar dan jika mataku ditanya pastilah dia kan bilang jemu…
“ Melihatnya lagi……???
““ Berharap…???”
“Sampai kapan..??”
“Sudah 3 tahun kau seperti ini….. mengharapkan dirinya yang.. yah… tau sendirilah… indifferent..!!”
Terus saja maulana memuncratkan kekesalan atas sikapku yang sampai saat ini mengharap Satria.
Ah satria.. begitu kuatkah benteng hatimu…????
Batinku bergejolak tak berkesudahan.
Aku hanya diam menikmati tiap inci gundahku yg merambat ke paru paru, menari atau bahkan menjajahnya.... dadaku kian sesak…
“Kamu tau Niz… ibarat kau bercermin.., kau mengharap 4 bayangan..?
“Tindakanmu sia-sia..”
“Sudah berapa kali kau mengkais harapmu pada Satria..??“Apa yang kau mau ..??
Lana makin menjadi, logika dan amarahnya bersekutu membunuh perasaanku pada Satria.
“Taukahkau Lana…”
“Aku hanya ingin melemparkan lumpur kebenteng hatinya”
“ Maksudmu Niz…???”
Lana tak mengerti
“Ku tahu.. benteng hatinya terlalu kuat tuk ku taklukkan..”
Sesaat hening….. hanya desahan nafas yang berpacu dengan gundah dan sakit…
“Kuasa lumpur memang tidak akan merobohkan benteng cintanya namun setidaknya lumpur itu akan membekas.. kuat disana..”
“Dan dia kan mengerti….. itu saja cukup bagiku…” kataku sambil terus memandang Satria dari tabir jendela yang terkuak..
“Hah..??
“Membekas..saja..??” Mata Lana melotot Aku mengangguk pasti
Dasar bocah gendeng…!! Omel Lana tergeleng-geleng meninggalkanku
Maniz, 23 Maret 2008

Tidak ada komentar: