28 Agustus 2008

Hanya Dengan Mata


Hanya dengan mata ku urai rasa
Yang berderai dari bulu mata yang jatuh di kelopaknya
Yang kemudian terhanyut oleh tetesan tangis
Luruhkan luka yang tersayat..teriris

Hanya dengan mata ku coba bicara
Pada egomu yang membakar cinta
Pada angkuhmu yang berpijak sendiri
Pada rapuhku yang terus meratapi

Hanya dengan mata ku bercerita
Akan hari esok bilakah ada
Peluk kasih kita menghangat kembali
Kala egomu dan egoku terkebiri
Oleh satu mantra ikrar suci

Hanya dengan mata..
Bisakah kau pahami..???


Maniz, 28 Agustus 2008

20 Agustus 2008

Kehidupan ini milikku tapi bukan milikku


Tatapan lembut menyambut kalbu
Senyum merekah ramah mempersilah
Petuah menjamah menggugah raga
Pencerah datang meski tak digadang

Lalu menari dengan makna kau urai dunia
Dengan dendang kata menjamah rasa
Dengan lafaldz suci menuju muara
Diujung zaman terpusara Surga

Hidup dan mati terjatah rotasi
Suka dan duka di seka masa
Syukur dan keluh tergantung diri
Karna hidup milikku tapi bukan milikku


Maniz, 19 Agustus 2008


Terinspirasi oleh sejarah Rumi..

Rotasi Persahabatan


Malam itu… Dira terdiam mematung didepan meja kreasinya… bola mata gadis manis itu meredup, wajahnya terlihat lebih tirus ketimbang sebelumnya. Beberapa lembar puisi, batangan coklat dan kacang kulit berserak dimeja..sebotol aquapun dibiarkan menetes, airnya menyusup ke celah celah meja yang berserat kasar itu. Berjam jam Dira menunggu sahabat terbaiknya Vira yang belakangan ini sudah jarang menghubunginya. Dulu sering sekali Vira dan Dira mengunjungi dapur kreasi mereka ditaman di belakang rumah Dira, mereka membuat puisi bersama kemudian mereka tulis pada lembaran-lembaran kertas yang kemudian ditempelkan didinding. Sudahlah cukup bagi mereka karya terpajang didinding itu, tak perlu publikasi, tak perlu kritik saran karena bagi mereka karya adalah karya, hasil curahan rasa dan imagi. Dipuisi itulah mereka curahkan segalanya, lara atau suka, cinta atau dusta.


Telpon berdering keras, dari jauh suara Vira terdengar lirih, dia membatalkan janji akan membuat puisi bersama di rumah Dira. Dira tersenyum saat menutup telpon dari teman terbaik yang ia anggap kembarannya itu.


“ Ini ke 12 kali kau batalin janji Vir…yah aku tau kok .. kamu bukan seperti yang dulu, sekarang kamu punya segudang teman dan kegiatan baru “ batin Dira dalam hati. Dira sudah berusaha keras untuk mengerti kondisi yang tlah berubah itu, namun tetap saja hatinya terasa sakit karena merasa kehilangan seorang teman.


Semenjak Vira bergaul dengan Siska, Vira memang menjauh dari Dira. Vira bagai membenamkan dirinya sendiri bertedeng kesibukannya. Siska yang sejak dulu membenci Dira selalu gencar memprovokatori Vira supaya persahabatan dan persaudarannya dengan Dira ternoda bahkan hancur.


Beberapa hari kemudian Dira kembali menghubungi Vira sekedar menanyakan kabar namun telpon tak pernah diangkat, hingga sampai diterimanya sebuah puisi dari Vira….


Layang layang telah putus
Kini terbang membelah langit
Empat penjuru arah merayu hadirku
Saatnya diri pergi memilih
Selamat tinggal……
Salam Vira.-


Tercengan Dira membaca bait terakhir puisi Vira…. Tak terasa air matanya meleleh.. luruh bersama keping keping hatinya yang berguguran… hembusan angin pun membisikkan hymne perpisahan…


Hanya seperti inikah persahabatan kita Vir….
Kau pergi bersama angin yang hanya semilir sesaat…
Pergilah ke tujuh samudra dan temukan mozaik asamu disana
Dan jika angin kan bawamu kembali.. aku tetap menunggumu disini
Karena bumi berotasi…..

Maniz, 10 Agustus 2008

Ujung Perjalanan?


Hujan rintik rindu memeluk bumi
Lalu mengikatkan akar-akarnya disela tanah
Luruh menuju muara pantai
Dengan kerdipan surya terbias keangkasa
Lalu kembali kerperaduan..
Dimanakah ujung keletihan perjalananmu?

Maniz, 17 Agustus 2008

Terperangkap Tanya..


Aku terasing dalam tubuhku sendiri dan pabila kudengar lidahku bicara, aku melihat diriku sendiri tersenyum, menangis, berani, pengecut, bahkan eksistensiku merasa asing pada wujudku ketika jiwaku menggugat hatiku, tapi aku tetap tak mengerti, diselimuti kesunyian yang maha dasyat, hatiku mencari kerumunan ilmu tuk pencerahanku..

Pikiranku merasa asing pada tubuhkudan ketika aku berdiri dihadapan cermin, aku melihat sesuatu yang tak dapat dilihat jiwaku dan aku menemukan sesuatu yang tidak pernah ditemukan jiwaku…

Tanda Tanya besar selalu memantul dalam bilik-bilik jiwa.. siapa aku…??? Aku hanyalah jasad yang terhuni jiwa..suatu tunas menuju kemuning….aku hanya wadah jiwa melantunkan tembang perjuangannya dalam titian perjalanan takdir.. mungkin hanya itu.. atau lebih..???
Sewujud jasad dan jiwa bersatu menggali asal dan menerka akhir..
Cermin diam dan jiwaku tersudut pada bayangan..


Bisu...


Tiada kata terucap mufakat
Tiada kata terlahir disudut bibir
Tiada kata tercipta dari dua dada
Kita…. Menelan kata sendiri
Terkebiri oleh kebisuan
Tercekat oleh ego diri
Bisu…

11 Agustus 2008

Tungku Hati


Sejak surat-surat yang kukirim tak sampai
Sejak jeritan hati tak terjembatani
Kau melangkah melepas jubah kenangan
Meninggalkan jejak dipasir yang tersapu angin

Kemana harus kucari cintamu
Rasa yang kerap memeluk dinginnya hatiku
Kemana jejak kaki harus tertancap
Pencarianku ke empat penjuru taklah cukup
Entah dimana kau benamkan wujud
Semua pintu telah kau tutup

Kini..
Engkau memang telah pergi
Tinggalkan kisah tutup cerita
Padamkan bara asmara nan membara
Namun abu cinta yang pernah bersemi
Masih menghangat di tungku hati

Maniz, 11 Agustus 2008

Lengkung Sayapmu...


Beriku lengkung sayapmu
Agar ku mampu mengayuh sampai langit ke tujuh
Yang bertebar bintangmu berkerlip
Bersinar tanpa jemu mengerdip

Beriku lengkung sayapmu
Kan kudatangi nebula rasamu yang menggulung
Membungkus ronamu dalam cadar cadar hati
Yang sesekali terseruak indah
Pancarkan diri dari gelap yang melumat

Berikanku lengkung sayapmu
Lalu kita kan terbang bersama
Diistana rasa tempat pundi-pundi asmara meluap
Juntaikan madu Cleopatra nan legit
Persilahkan kita mabuk terbuai cinta
Bergumbul diantara dewa dewa bersila

Berikan ku lengkung sayapmu
Agar masa bisa kita makna
Agar cerita bisa kita renda…

Maniz, 11 Agustus 2008

06 Agustus 2008

Cinta Karet Gelang


Terjeratku cinta karet gelang
Kala rasa terbiasakan kehadiran
Rindu jejalkan rasa bimbang
Simpati, empati baurkan kekaguman
Rasa ada karena terbiasa
Maya, nyata menyatu rata
Lara, suka ukirkan kisah
Satu tujuan mengusir kesah
Cerita tersuguh begitu manis
Tanpa ada batasan tegas
Kapan dimulai atau berakhir
Tiada status sanggup terikrar
Cinta karet gelang tak berujung
Hanya putarkan episode usang
Diakan memelar atau menciut
Kala ku sadar atau takut
Maniz, April 2008

Jelaga Malam


jelaga malam masih pekat kurasa
kungkung diri dalam kegelapan hati
dan gerhana masih haus memakan cahaya
nestapaku tak beranjak melekat disini
tlah ku coba membuka pintu
tlah kucoba mengoyak terali
namun kukuh benar batas itu berdiri
pasungkanku ditempat tanpa nyali
biarlah air mata ini berderai
karena kebebasanku kan terurai
tanpa celoteh yang membelah telinga
tanpa dusta yang memecah duga
biarlah dan biarlah
malam memeluk laraku
hingga terbitnya Sang Surya....
sinari hatiku dengan janji yang baru...
Maniz, 3 Agustus 2008

04 Agustus 2008

Gundukan Awan


Lihatlah gundukan awan itu sayang
Berarak mengendap di lengkung cakrawala
Tempat kau sematkan catatan asamu
Yang kau kirim dengan lafaldz lafaldz suci
Dari bibir yang kau basuh

Lihatlah gundukan awan itu sayang..
Ia berasal dari air mata laut yang sembab
Yang mengkristal dalam pundi kesabaran
Lalu terajut menjadi putihnya wujud
Siapa yang tau apa yang ia kandung kini
Entah hujan gerimis penghapus dahaga
Atau badai murka membinasa raga

Lihatlah gundukan awan itu sayang
Mereka kan kuat jika merapat
Tangguh bila rasa teguh
Kuasa bila karsa berbicara

Lihat dan lihatlah sayang
Akan ada keajaiban di sela belaiannya
Akan ada cahaya si cercahan balurannya
Akan ada hati yang terus menanti
Setiap pinta kan terkabul hajati….

Maniz, 1 Agustus 2008

Labirin


Jalan tak berujung
Sisakan lorong gelap
Mencari jejak dipasir tersapu angin
Tinggal aku mematung
Mencari jalan terselambu tanya
Dimana aku ?
Labirin……

Maniz, 1 Agustus 2008