31 Juli 2008

Intermezo


Kau bilang bahagia karna ku
Sejak melati merekah diketiak daun
Dan embun simpan cerita cinta kita
Dengan bening dapat ku intip senyummu

Lalu apa arti aku bagimu?
Jika dibelakang kau memuja mentari
Muaikan hadirku di pelepah senyumnya
Dengan teriknya kau semangati hidupmu
Dengan parasnya kau kiblatkan hatimu

Lalu apa arti ku bagimu?
Embun pagi yang kau minta singgah
Kala kau dirajah jengah
Ah intermezzo…

Maniz, 31 Juli 2008

Epilog


Salam tlah terhatur
Pamit tlah tertutur
Tikar tergulung
Pintu kembali ditutup

Selamat tinggal…



Maniz, 31 Juli 2008

Nada Akhir


Nada jiwa mulai ku mainkan
Dawaikan gita tanpa senar bergetar
Hanya kau dan aku bersymponi
Lirih sentuh not not kehidupan berharmoni

Lalu nyanyianmu terdengar sumbang
Saat jiwamu terlanda bimbang
Pada nada akhir yang kau ingin indah
Pada rasamu yang kian tergubah

Kenapa tak kau iringi rayuan nada ini
Hingga lupa lara yang mengikat kakimu
Kenapa tak kau gemulaikan jasadmu
Menari dengan jiwamu yang berkidung
Bercengkrama lepas bebas tak terbendung

Ikuti saja alur nadanya
Resapi gita-gita itu bermutasi
Hingga kan kau temukan
Nada akhirmu memeluk intonasi

Maniz, 30 Juli 2008

29 Juli 2008

Semangkok Sup dan Sebuah Nama


Pagi itu seperti biasanya kita bercengkrama di meja makan berdua sambil menikmati luruhnya embuh disapu Sang Surya… semangkuk sup jagung manis dan asparagus tersaji hangat di meja di hiasi kepulan teh kayu manis mencoba mengusir kantuk yang menggantung dikedua kelopak mataku.

“ Pagi non, masih ngantuk ? “ ucap Tiar menyalamiku dengan seulas senyum khasnya, senyum lebar yang memamerkan kedua giginya yang besar berkilat kilat…

“ Pagi sayang…. “ ucapku semangat..

“ Hem… rupanya Sang pangeran sudah membuatkan Sang puteri sup ya… wah.. pasti enak…” timpalku sambil duduk disalah satu kursi makan yang empuk itu

“ Yah biasanya juga begitu… semangkok sup untuk menyambut dunia“ jawab Tiar dengan senyum terkulum, jujur kalau dia senyum begitu terlihat lebih manis pikirku…

Parade pagi pun bergulir, seperti biasa aku memberondongkan segala keluhku pada Tiar.. dari sakit kepala, rambut rontok, kaki pegel-pegel sampai jerawat. Tiar mendengarkan dengan santai tanpa ekspresi, baginya keluhku seperti nyanyian Indonesia Raya yang didengarnya di setiap upacara bendera kala SD, hafal betul bahkan mungkin Tiar tidurpun masih hafal diluar kepala. Dan tanpa perasaan akupun terus melanjutkan ceritaku yang tanpa titik koma itu…. Kata demi kata mengalir tanpa ada yang menggiring… ah aku memang talk active ( cerewet yang diperhalus).

Suap demi suap sup jagung manis dan asparagus singgah dibibirku…. Sup yang nikmat dan teh yang menenangkan… teracik dari sosok tangan yang sering lembut membelai rambutku.

“ Periksakanlah sakitmu ke dokter…. Siapa tau berbahaya… “ saran Tiar membuka mulut…

“ Iya deh nanti ..” kilahku seperti biasa yang takut pada suntik dokter

“ Lama-lama memang nama Marsambat cocok padamu… hahahaha “ Tiar tertawa lepas dengan senyum khasnya, senyum yang berkilat kilat..

“ Apa ?? Marsambat lagi..?? Enggak.. !!! jawabku sewot..

“ Lah kok sewot, kan cocok sama pribadi kamu yang suka berkeluh kesah (sambat=berkeluh kesah).. hahahaha..”

Aku hanya manyun, sedikit tak terima dengan nama yang sering dia ucapkan itu.. namun kulihat Tiar sangat semangat dengan penemuan nama yang sering membuatnya tertawa… menghilangkan garis mata di bulu-bulu matanya yang lentik.

Dan sejak saat itu, nama itu melekat pada diriku bahkan Tiar tidak pernah memanggil namaku .. katanya nama Marsambat adalah panggilan kesayangan.. Ah dasar Tiar…..desisku…

Semangkok sup dan sebuah nama adalah upacara di pagi buta saat kita mulai menyambut dunia dengan segenggam asa dan cinta….

Maniz, 28 Juli 2008

25 Juli 2008

Wanita Di Ufuk Senja


Batas malam mulai merambatimu
Pelan putihkan rambut dengan perjuangan
Guratkan garis halus pada sudut senyum
Kikis hitamnya bola mata dengan putihnya asa

Gemeretak gigi kala tubuh menggigil
Dibuai angin malam di sepanjang trotoar
Namun jasadmu menyatu dengan jiwa cinta
Setiap derita termuaikan semangatmu membara

Oh wanita di ufuk senja
Tiada letih kau torehkan jejak hidup
Tiada jengah kau bisikkan perjuangan
Tiada kesah kau hapus peluh keringat
Demi celoteh riang tunasmu yang menghijau

Oh wanita di ufuk senja
Bukan berlian tertawan di cawan tanganmu
Namun kasih tanpa pamrih
Melekat berkilat disela sela hatimu
Yang putih bersih ber aura Surga…

Wahai wanita di ufuk senja…
Bila nanti masa Nya
Perjuanganmu menepi digaris malam
Tidurlah di bantal bantal kedamaian
Yang terkirim dari tunasmu yang bersemi
Dari buah ranum yang kau tanam

Tersenyumlah…..

Maniz, 24 Juli 2008

24 Juli 2008

Terali...


Terhimpit aku disudut lorong gelap
Tertekuk asaku oleh jeruji besi ini
Yang menghukumku di tiap ujung ujung hariku
Lumatkan cintaku halus terhembus angin

Tangguh batas ini berdiri
Memisahkanku dengan dunia ceritamu
Jauhkanku dari wewangian dadamu yang bidang
Dekatkanku dengan kegelapan tak berpurnama

Terali….
Kungkungkan aku di nestapa ini
Pasungkan aku dengan janji berduri
Bungkam jeritan dengan kasunyatan
Redupkan harapan di lautan cobaan

Terali..
Bila esok terbuka
Bisakah kulihat dunia
Tak memeluk gerhana….


Maniz, 23 Juli 2008

22 Juli 2008

Kuda Liar...


Berlari bebas kau mengawali hidup
Tanpa beban yang mengekangmu terpuruk
Dengan kandang alam coba kau uraikan
Setiap perjalanan hidup adalah pilihan

Hentakan kakimu tak berbatas
Tujuan arahmu kau kantongi sendiri
Padang ataukah gunung membendung
Tetap jalanmu ringan tak tersandung bimbang

Ringan jalanmu tak menanggung pelana
Yang himpit hati yang kian sempit
Tanpa terhela kau kemudikan hidupmu
Asa membumbung disetiap jejak terukir

Larilah seperti kawanan kuda liar
Dengan begitu kau bisa memperbudak waktu
Terjang setiap jalan yang terbentang
Mutukan hidup yang hanya satu….. kali…


Maniz, 22 Juli 2008

Bantal-Bantal Doa...


Ya Allah, Tuhan yang menghujani kedamaian dalam keresahan dan membasuh kasih sayang dalam hati yang haus, ijinkanlah aku sekedar mencicipi kemurnian cinta yang Engkau hidangkan mana kala aku meringkuk dalam kesendirian, kesepian dan keterpurukan. Jangan biarkan aku menangis dalam kegaduhan dan tertawa dalam kebingungan yang menggunung.

Ketika aku sudahi tidurku pagi hari yang kulihat hanya ruang kosong dan tumpukan kertas kertas bertinta yang makin melengkapi kepenatanku dan ketika aku buka jendela kamarku, aku melihat sepasang burung yang sedang bercumbu diatas dahan rapuh tak berdaun. Mereka saling merayu dan melemparkan kicau-kicauan indah hingga merekapun terbang bekejaran diatas awan.

Aku iri padanya…
Aku ingin seperti mereka…
Ya Rabbi…
Ya Illahi..

Tiuplah pada hatiku nafas-nafas cinta yang mampu menghapuskan kesesakan dan penatnya kekosongan hingga akupun dapat merasakan nyamannya terlelap dalam belaian insan yang mencintaiku…

Ya Allah Tuhan yang menguasai istana cinta dalam hati yang menggigil.. Lelapkan aku dalam bantal-bantal cinta yang bersulam kedamaian dan ketentraman serta hiasilah mimpiku dalam madu-madu legit yang aku petik dari taman sorgaMu…

Wahai raja penyatu hati-hati berserak pertemukanlah raga ini dengan sosok insan yang sudi menerima segala keterbatasan ini serta mampu menghiasi sorga mungil yang kudiami sebelum sorga sebelumnya dan abadikanlah pertautan kami sampai memutih seluruh rambut kami, sampai menumpul kedua pandangan mata kami bahkan sampai kami tak mampu melihat fajarMu .. diwaktu Dhuha…

Amin…

Tak Apa...


Tak apalah jika kau tertawa
namun rejamkan onak dalam dada

Tak apalah jika kau menangis
hanya demi ibaku yang kau iris

Tak apalah jika kau bungkam
demi dustamu yang kau pendam

Tak apalah jika kau bahagia
walau laraku mengamininya

Tak apalah jika kau pergi
karena asamu tak disini

Tak apa..
Sungguh tak apa....

Karena masa akan berbicara…

Maniz, 21 Juli 2008

Memuja Malam


Malam ini begitu sunyi... hanya sang kodok yang terus menyindirku dengan tembangkan kidung kerinduan pada rintik hujan. Cahaya remang kukuhkanku pada kegelapan yang lamat-lamat menjadi teman tanpa perkenalan.... Aku mematung sendiri menatap kerlip bintang didepan teras rumah dengan kepala terkalung beban... Ada kegalauan yang maha dasyat menyayatku... Ada kepedihan merobek ketegaranku... dan kerapuhan menguningkan hijaunya daun asaku... Kutarik nafas dalam-dalam... kuharap beban ini kan keluar dari rongga dadaku yang kian berdesakan.. namun semua seperti terkecat di leherku bahkan membentuk terminal pertahanan disana...

Sudah cukup lama aku seperti ini... menantimu dibatas malam tanpa bintang.. menunggumu tanpa jemu menjamu.... merindumu ditiap denting waktu yang berpacu... entah sampai kapan.... bahkan 7 purnama yang kau janjikan padaku di bulan Juni tahun lalu telah meninggalakan jejak tak berbekas... dan cawan kesetiaan dialtar ketulusan hatikupun tak kau balas..

Dahulu dibatas senja kau berjaji padaku akan kembali ke peraduan kampung ini, dimana selalu kan kau rindukan.. sapuan angin semilir mengelusmu... nyanyian nyiur menentramkanmu dan eksotica sunset pantai cinta kita membuaimu...dalam…….
Namun semua janjimu tak mampu kurengkuh.. bagai busa yang dulu selalu indahkan segelas cerita cinta kita.. kini hilang tak sisakan jejak untukku….

Kugenggam erat-erat surat terakhirmu setahun lalu yang berjanji datang untuk bersanding denganku.. selamanya… kini cerita itu hanyalah angin yang berhembus.. beri ku kesegaran kala diri haus dalam jiwa yang tandus namun manakala realita telah berbicara aku tersedak dibuatnya…

Malam membungkam... namun hatiku gaduh menari dengan galau. Apakah aku harus bertahan atau beranjak pergi..??? jawaban demi jawaban bergema dari satu bilik ke bilik yang lain.. saling menindih..dan mencibir. Aneh memang... terkadang kita susah sekali berkompromi dengan diri sendiri.. merasa asing walau satu hunian.. satu jasad...
Ah sudahah… malampun telah bosan mendengar kesahku… sudah saatnya kuberanjak pergi.. karena Sang mentari masih bersedia menyapaku dipagi hari….
Kenapa aku hanya selalu memuja malam…….???


Maniz, 21 Juli 2008

Kebumikan Aku Di hatimu...


Rajutan cerita lalu
Tersapu angin
Tinggal lembaran terakhir
Tersisa kalimat penutup
Kebumikan aku di hatimu…

18 Juli 2008

Rasa Berkalung Cinta



Pagi ini…
Hujan tanamkan akar-akarnya dibumi
Gemericik air gitakan debar kita
Sepoi angin mengelus rambutku tergerai
Lalu bola matamu mengintip bilik hatiku
Aku tersipu…..

Pagi ini….
Seulas senyum tersuguh indah
Tercurah dari segelas putih susu hatiku
Membanjiri rona muka berkalung cinta
Membasahi katup jiwa yang siap membuka pintu

Pagi ini…..
Aku berlari diatas rambut terbagi tujuh ke seberang hatimu
Mengajakmu menari.. bernyanyi.. merayu.. tertunduk malu
Berjanji diatas altar rasa dengan ribuan lilin berkedip
Bersanding denganmu bertali simpul setia hati

Pagi ini
Saat buliran air bermahkota diwajahmu
Berkilat kilat seperti kristal dipuja cahaya
Dan desiran hati kita terdekap menyatu
Rasa membara bergejolak terbakar cinta

Pagi ini …
Berkalung cinta didada
Terukir kata cinta … seribu bahasa….

Maniz, 16 Juli 2008

Lengkung Bulan Sabit


Lengkung bulan sabit terselambu mendung
Garis cakrawala mengandung gelapnya malam
Bintang membisu enggan kerdipkan sinar
Aurora gelap pekat seperti hatiku yang berjelaga

Tak ada rasi cinta yang tersuguh
Tak ada gugusan nebula kasih yang tersemat
Tak seperti rotasi episode lalu
Dimana purnamamu teroboskan sinar ke bilik hatiku
Dan mampu terangkan jiwaku yang berkabut

Kini bulan sabit mengambil alih
Pada bulatnya hatimu yang terkikis waktu
Dan desiran angin kukuhkan sepi menggelanyut
Atas rasa kehadiranmu yang kianlah surut

Lengkung bulan sabit kian terbenam
Disinggasana awan hitam yang siap deraikan gerimis
Dan aku tetap disini menengadah pasrah
Menunggu hujan usai … lerai tak berderai
Hingga bongkahan awan itu sumbulkan
Cahaya dari kasih bulanku kembali….
Menjadi purnama lagi

Maniz, 14 Juli 2008

Ademing Ati..


Wengi soyo atis
Njejep
Mlebu marang jeroning ati
Agawe pepet
Mampet sadoyo kasenengan
Mamring
Mbatiri ati
Gempil
Cuwel
Napaki impen kapungkur
Kadaluwarso
Sirno soko kuwoso
Kang tansah beksan
Sajroning netro
Sajroning dodo..

17 Juli 2008

Bangunkan Aku..


Bangunkan aku sore ini
Sebelum batas malam menghampiri
Dan Sang Gelap merayu dengan seikat janji
Kebahagiaan bertahta bunga berputik sari
Namun semua tersemat nista tak berperi

Bangunkan aku sore ini
Agar mampu kulihat terangnya dunia
Yang merambat masuk melalui pupil hati
Mampu bedakan hitam dan putihnya rasa
Mampu tunjukkan kiblat jiwa dan raga

Bangunkan aku dari mimpi
Khayal yang menekuk logikaku
Rasa yang membelakangi nyataku
Buatku terbuai dalam gelas-gelas cembung
Biaskan realita dalam praduga maya

Bangunkan dan sadarkan aku
Buat aku terjaga atas selambu fatamorgana
Buatku mendengar atas bisikan kebenaran
Bukan duga yang kurekayasa
Bukan dusta yang bermetafora

Bangun dan bangunkan aku
Sebelum kutak kan pernah terbangun lagi
Dan lagi…
Maniz, 12 Juli 2008

Membekasnya Lumpur..


Dari sela jendela ku tatap ia lekat. Entah kenapa dia menjadi sumber gravitasi mata dan hatiku, sedikit geriknya selalu menarik bola mataku ikut serta. Aku benar benar terpana… jauh dari alam sadarku sendiri…
Bruakkk.. suara keras mengagetkanku….Tersumbul sosok yang familiar dan jika mataku ditanya pastilah dia kan bilang jemu…
“ Melihatnya lagi……???
““ Berharap…???”
“Sampai kapan..??”
“Sudah 3 tahun kau seperti ini….. mengharapkan dirinya yang.. yah… tau sendirilah… indifferent..!!”
Terus saja maulana memuncratkan kekesalan atas sikapku yang sampai saat ini mengharap Satria.
Ah satria.. begitu kuatkah benteng hatimu…????
Batinku bergejolak tak berkesudahan.
Aku hanya diam menikmati tiap inci gundahku yg merambat ke paru paru, menari atau bahkan menjajahnya.... dadaku kian sesak…
“Kamu tau Niz… ibarat kau bercermin.., kau mengharap 4 bayangan..?
“Tindakanmu sia-sia..”
“Sudah berapa kali kau mengkais harapmu pada Satria..??“Apa yang kau mau ..??
Lana makin menjadi, logika dan amarahnya bersekutu membunuh perasaanku pada Satria.
“Taukahkau Lana…”
“Aku hanya ingin melemparkan lumpur kebenteng hatinya”
“ Maksudmu Niz…???”
Lana tak mengerti
“Ku tahu.. benteng hatinya terlalu kuat tuk ku taklukkan..”
Sesaat hening….. hanya desahan nafas yang berpacu dengan gundah dan sakit…
“Kuasa lumpur memang tidak akan merobohkan benteng cintanya namun setidaknya lumpur itu akan membekas.. kuat disana..”
“Dan dia kan mengerti….. itu saja cukup bagiku…” kataku sambil terus memandang Satria dari tabir jendela yang terkuak..
“Hah..??
“Membekas..saja..??” Mata Lana melotot Aku mengangguk pasti
Dasar bocah gendeng…!! Omel Lana tergeleng-geleng meninggalkanku
Maniz, 23 Maret 2008

Monolog Bisu...


Terdiam kita benamkan diri
Terpaku rasakan denyut dan gejala
Pada nyanyian degup jantung yang sumbang
Juga sengalan nafas tanpa aturan

Layar HP masih suguhkan nama
Dan waktu terus menggerutu
Atas kegundahan kita sendiri
Keberanian dihajar kegamangan

Kelu tangan tuk pencet tombol hijau
Raguku tepiskan keinginan
Rinduku konsekuensikan ego diri
Siapakan yang kan lebih berani?

Lelah ku mematung hasrat
Tiada mampu memulai cakap denganmu
Hanya jeritan gundahku memaki
Menarik ulur gerak prasangkaku

Ya sudahlah
Cukup didimensi ini hatiku bercerita
Biarlah perbincangan kita ini
Berakhir dimonolog bisu

Kenapa kau dan aku tiada berani memulai ?


Maniz, 13 Mei 2008

Sudah Tiba Waktuku...


Gelap dunia kupijak kini
Riuh meluruh… menekuri sunyi..
Hanya kata tanyamu mengocokku
Saat lunglai ku tersudut bisu

Kau guncang tubuhku hebat
Dengan duga yang terus menyayat
Atas pamitku yang tak kau nyana
Atas janji setia yang kau anggap dusta

Tergugu aku disudut nestapa
Meninggalkanmu dengan luka bernanah
Tanpa mampu ku beri jawab
Kenapa ku hunuskan belati di dadaku
Dan menembus perihnya hatimu

Taukah kau…
Kepergian ini bukanlah pinta
Pamitku tak berselambu tawa
Bukan korbankan rasa ku raih cita
Namun garis tangan menggurat dalam
Dan isak ku tak mampu rubahkan catatan
Kini tiba waktuku…
Berilah aku senyum manismu..
Walau kita di landa mendung..
Mendung..
Mendung…
Gerimis…
Tangis yang teriris….
Maniz, 29 Juni 2008

Seandainya Ku Menjadi malam...


Aku ingin menjadi malam
Semalam saja
Agar mampu ku datangi griyamu
Menjengukmu tanpa gaduh mengusik
Menyelimutimu dalam lelapnya tidur
Lalu kuintip mimpimu yang tersimpul
Ku ingin tahu, adakah aku disitu?

Seandainya bisa ku menjadi malam
Semalam saja
Kan ku rendakan cahaya purnama
Yang bertabur bintang kejora
Kusematkan dalam guratan kelopak matamu
Agar cahaya asa terpancar disana
Dan cekung hitam muara tangismu sirna

Biarkan ku menjadi malam
Kan kuhaturkan sepoi angin
Mengelus elus dinding kamarmu
Seperti hasrat cintaku yang tak henti
Berdenyut dalam urat nadi

Dan bila kau terjaga esok
Mungkin ku telah tiada
Karna bongkahan surya tlah mengusirku
Hanya cinta membekas
Yang membuatmu merasa
Bahwa aku pernah ada
Dan akan selalu ada


Maniz, 2 Juni 2008

Cinta Copy Paste


Cintamu selipkan mistikus jiwa
Kala romantisme menjunjung kasih
Memburu pacu ingsan hawa
Tuk geleparkan cintaku… kautindih

Indah memang kesan kau beri
Satu kata tertebar berevolusi
Satu tangan 5 sambutan
Satu jiwa semaikan rayuan
Satu suara getaran gema
Ribuan munajat tertawan di satu kata cinta

Madu dan racun kianlah samar
Siluetkan terka pada senyum puji
Sejenak mengendus cumbu debar
Atau waspadakan rasa yang teruji

Sungguh kecewa menggulana sukma
Airmataku bersamudra raya
Cinta yang kupuja dialtar monolisme
Kau balas suguh cinta copy paste

Karena labuhanmu tidak hanya aku……………
Maniz, 12 Mei 2008

Gerhana..


Gerhana...
Dibalik punggung hitammu ini
Kau tutup indahnya mentari
Legamkan warna cakrawala
Karamkan sinar jagad raya

Gerhana...
Dalam diam kau merambahiku
Kau tutup aku dengan kelamnya masa lalu
Suguhkan diri ketakutan semu
Gelapkan tujuan arah
Genapkan keresahan gundah

Gerhana...
Seperti diriku kini muram
Tercetak dalam klise buram
Terkebiri trauma mendalam
Mengapa...
Slalu kuprasasti rasa sakit
Sungguhku tiada jua bangkit

Gerhana..
Kapankah kau kan kembalikan
Cahayaku yang kau curi...???

Maniz, 17 Mei 2008

Mungkinkah...??


Malam kian gelap nan dingin...Aku menggelayut manja di pelukan eyang putri.... 10 tahun yang lalu....
Eyang membelai rambutku..... dan kemuadian suara lembuat terdengar dari bibir wanita yg berparas ayu nan bijaksana itu...

"Genduk ku......"
"Seandainya engkau menikah kelak........."
" Ingat pesan eyang.... !!"
"Masuklah ke dalam rumah suamimu dengan pakaian pengantin...... dan keluarlah dari rumah itu dengan kain kafan..."(Tidak ada perceraian... perpisahan hanya akan dilakukan karena kematian...)

Aku terdiam membisu.......
Bisakah.....???
Mungkinkah....????
"Jaman sudah banyak berubah eyang....." desisku seraya melihat bingkai fotonya saat ini.....
Maniz, 1 Mei 2008

Tiga Kelahiran


Lengkaplah diri.. ku wanita
Dengan 3 kelahiran tlah tercipta
Dari takdir hidup sang manusia
Tlah tertitah dari ayatNya

Lahirku ke dunia membingkai hidup
Dengan bekal secarik lembaran putih
Kan ku toreh noda atau karya
Entah puji mungkin jua caci nista

Waktu membeli dewasaku kini
Sebagai istri lahirkanku kembali
Labuhkan jiwa di tambatan hati
Rasa cinta, setia, nikmat terikrari

Lantang terikan hantar diri suci
Sebagai ibu siapkan nyawa tergadai mati
Buliran keringat menderas bebas
Tangisan buah hati.. legakan nafas

Lengkap sudah ku rengkuh nikmat
Sebagai wanita kutelusuri hakikat
Tiga kelahiran tlah berhasil ku semat
Sempurnakan diri kukuhkan kodrat


Maniz, 22 April 2008


Tiga kelahiran :

wanita dilahirkan sebagai anak

wanita dilahirkan sebagai istri

wanita dilahirkan sebagai ibu

Pantulan Kaca


Di pantulan kaca
Kubuahi rasa cinta
Di tiap biasnya
Tersemaikan asa tanpa daya
Di lapis spektrum
Senyum manismu terkulum

Pantulan kaca
Diam kau merekam
Doaku tak jua karam
Rasaku yang menghujam
Putih tertutup kelam
Tersamar siluet malam

Pantulan kaca
Di celah lukisanmu
Ku wakilkan sejuta prasangka
Kuhaturkan seikat rayuan
Ku hamburkan rindu menganga
Kutasbihkan sejuta bara

Pantulan kaca
Terpusat pada bayangan
Sosok tak peduli
Yang kian menjelmakan
Sebuah keyakinan
Tanpa akhir yang pasti
Maniz, 1 April 2008

Sajak Pagi Buta


Layaknya embun pagi buta
Aku terhempas surya
Lenyap menguap dipucuk dedaunan
Pada jasad yang merangas

Terseretku dalam semak keraguan
Terlempar dalam ladang anganmu
Tumbuh tapi tiada kembang rasaku
Pada batang pohonmu yang tunas

Jiwaku karatan
Teronggok dibelantara hati
Ku cari pencerahan diri
Namun ku terbakar sinar syairmu
Yang mampu memenggal
Sepiku tersapu

Ku tunggu syairmu pujangga
Di pagi nan buta
Tuk mampu semaikan
Gugurnya musimku


Maniz, 29 Maret 2008

15 Juli 2008

Dimanakah Kau..??


Kubuahi misteri
Lahirkan keheningan religi
Bersemi tanda tanya hati
Pada jiwaku merangas tandus
Karna kehadiraNya tiada terendus

Ribuan prasangka buatku mengkerut
Kemana kalbuku kan berpaut..???
Tiada pelana Tiada sarana
Tiada jalan atau persimpangan
Aku tersesat…diam dalan kekafiran

Dimana Dia kan tinggal..??
Nyata imanku tlah terpenggal
Semua tempatpun janggal
Jalanku trasa kian terjal

Letih sudah bergelut terka
Bagaimana ku usaikan dahaga..?
Kala tubuh dan akalku meluruh
Jalan terang kian gemuruh

Jiwa setengah kosongpun mengisi
Jamban air kembali bermuara
Tersadarku akan hadirNya
Nyata Dia dekat lekat dihati
Tiada seperti yg kubayangkan dulu
Pencarianku terhenti dikalbu


Maniz, 18 April 2008

Negri Gundukan Embun...


Terdiam sendiri ku memandang langit malam dari jendela kereta… malam yang gelap hanya kerlip bintang menari kian menarik anganku.. 12 jam lamanya perjalanan ini kan kutempuh.. aku dirajah gundah yang mewabah direlungku… aku terpanggang gelisah dan dibekukah malu… sungguh panas dan dingin silih berganti… menghukumku dalam kemasgulan hati.. aku mirip anak 15 tahun yang akan pertama kali ketemu pacar.. ah.. begitu bodohnya tingkahku….

Perjalanan masih terus rajutkan asa… pertemuan yang dirancang menggetarkan jiwa…segala prasangka menarik ulur.. mengganjalkan kelopak mataku yang dari tadi susah untukku pejamkan..perjalanan ini mengukuhkan.. begitu mendebarkannya sebuah penantian..
Tak terasa fajar mulai menyongsong… ada belaian halus yang dia sapukan di merah mukaku menahan duga.. bunga-bunga bermekaran.. sematkan embun di tiap dahannya.. burung berkacau riang seolah lagukan hymne selamat datang…. Aku terpesona.. sungguh negri gundukan embun ini begitu indah.. seindah symponi hatimu yang suguhkan debar debar asmara
Kereta mulai melambat.. bagai tersapu tsunami kegalauan.. aku kelimpungan… ku lihat rambutku yang seperti sangkar burung, muka yang kusut dan semrawut.. kecilkan nyaliku di batas nol… kalau gini aku tidak seperti gadis berumur 15 tahun tapi lebih mirip 35 tahun.. ah.. aku….

Secepat kilat tanganku beraksi benahi segalanya… dan detik detik mendebarkan itu tiba.. kereta berhenti dan bersiul keras… pertanda babak baru dimulai….
Kupijakkan kaki pertamaku bak Neil Amstrong pertama mendarat di bulan.. ada kekaguman pada diri sendiri.. sedikit memaki kebodohanku dan suguhkan bahagia yang berlimpah.. aku baru saja menancapkan bendera kebodohanku di situ… tapi di balik itu semua tersemat ketulusan.. pengharapan.. dan pengyakinan diri..
Kucari sosokmu di sela kerumunan, semua riuh seriuh hatiku kini…. Ku langkahkan arah menuju pintu keluar… aku terburu menari dengan waktu… lalu seketika langkahku terhenti… denyut jantungku berhenti berdebar.. bumi tak berotasi…jam tak berdentang..aku tercengang kaku kemudian melesat entah kemana.. mungkin tersangkut di Yupiter atau Mars…. Kakiku lemas bagai tak bertulang saat ku terhunus bola matamu…
Seulas senyum kau suguhkan untuk menyalamiku…. Senyum yang begitu manis… penuh kehangatan kasih yang melumerkan hatiku yang dibekukan gundah semalam..Senyum kami bertemu… kami saling merapat dan berpelukan…. Ada debar yang menyatu dalam satu cawan rasa… Ada air kebahagiaan yang menderas bermuara ke relung hatiku…. Dimana hanya kamu yang bertahta disana….

Pagi itu adalah pagi yang begitu indah…. Suatu kesan pertama ku tancapkan di negri gundukan embun… dimana ada cinta semanis madu Cleopatra..air hatiku damai bergemericik di Sungai Tigris.. dan ku lihat Sang Amor, Eros, Cupido tertawa lepas… terbahak …. Lalu pekikkan terompet kemenangan sambil berbisik padaku… “SELAMAT DATANG CINTA….”

Maniz, 14 Juni 2008

Menujumu...



Kupandangi stasiun tua itu dengan dada berdegup keras.. Sejuta duga menggodaku semaikan gulana. Takut dan harap saling menindih dan ragu berjingkrak jingkrak diatasnya, menarik ulur tali prasangkaku untuk meredupkan sebuah keteguhan…
Rasa ingin ku bertemu dengannya meluap.. membanjiri cawan hatiku.. Memujanya adalah indah dan bertemu dengannya adalah bahagia.. gumamku meyakinkan diri..
Namun kadang rasa takutku menyurutkannya… ada tanda tanya yang berputar putar di ruang otakku..
Bagaimana seandainya aku tak seperti yang ia pinta??
Hubungan maya menyuguhkan sosok imagi idaman di benak masing masing insan. Dimana kita mampu merendakan karakter yang dimau dan ingin. Mampu menyulamkan sejuta keunggulan dan membungkusnya dalam sosok mozaik pujaan.
Apakah nyataku mampu ia terima ??
Ah… apakah pertemuan nantinya akan membuat semuanya lebih baik atau sebaliknya??
Kata tanya hanya memantul mantul dalam dinding hatiku.. semakin di dengar semakin susah di jawab.
Jam dinding menunjukkan pukul 6 sore.. berarti 10 menit lagi kereta kan bersiul dan mengajakku menari dengan dendangan harmonikanya..
Kulihat tiket di genggaman tangan.. ku tatap lekat-lekat, entah kenapa tiap huruf di tiket itu bermutasi membentuk bongkahan indah senyum dengan rona cinta dipipimu.. ku yakini kini kau di senja pelamunan menungguku… dan bersiap tersadar menunggu nyata membangunkan impian yang semu..
Ku tarik nafas dalam-dalam dan sejuta prasangkaku yang membentuk benang kusut kini mulai terurai…
Yang kupunya saat ini hanyalah harapan, yang saat ini kupikirkan adalah keragu raguan dan yang kunantikan saat ini adalah kepastian…..
Yup.. kepastian batinku…
Ku yakini tiket cinta ini memberiku kepastian.. bahwa cinta ini nyata dan ada, bahwa waktu yang berlalu suguhkan asa.. dan ini adalah sebuh permulaan..
Dengan langkah penuh keteguhan, ku ayunkan kakiku menuju kereta yang bersiul riang…
Ada hawa hangat menyergap relung dadaku yang dari tadi membiru pucat… ada senyum terkulum dalam birirku yang dari tadi terus membungkam..

Kasih.. tunggulah aku di istana tempat bersemanyam gundukan embun dengan pelangi diatasnya..dan birunya awan menaunginya...



Maniz, 13 Juni 2008

Syair Kepergianmu..


Jika syair yang kupahat pada matahari
Tak lagukan tangis hatiku yang pilu
Bergelanyut rinduku padamu diam
Di pekat jelaganya malam

Mataharipun merah tua
Yang ku bungkus dalam robekan doa
Lalu kukirimkan pada badai
Yang merayap didekat rongga dadamu
Namun bumi luluhkan dirimu
Dalam bara rindu yang beku

Tataplah bulan sabit kemilau
Yang warnai bayangku dalam darah dan nadimu
Sementara malaikat nyanyikan gemuruh tembang
Cahaya cadaskan seluruhmu dipadang gersang

Kau hampiriku dengan setangkai bunga kematian
Yang dulu kau tanam
Dalam kedap biru lautan
Di remangnya cahaya bulan
Di bibir celita gadis priyangan
Dimana nafas mereka riuh bertindihan
Sedangkan tangismu bukanlah hujan belia
Kau padamkan separuh jiwaku yang nyala


Maniz, 18 April 2008

Hasrat


Terdiam kita terpaku hasrat
Dua bibir terkatup rapat
Hanya debar mengambil alih
Kala asmara mulai mendidih

Senyum simpul menalikan asa
Sorot mata merenda cerita
Tentang kekaguman yang memuai
Akankah cinta saling menuai

Satu kalimat terbata kau eja
Kala penantian bertemu jengah
Dan gundah merongrong jiwa
Kepalsuan tlah mengempis.. lelah

Satu pengakuan telah terikrarkan
Luapan hati dongkrakkan keberanian
Keringat dinginpun mulai menghangat
Saat bersatu kita dalam itikat
Maniz, 19 Mei 2008

Bahasa Koma...


Tergesa kulangkahkan kaki menuju ruangan sepi bercat hijau bertulis ICU. Udara dingin menamparku sadis kala ku memasuki ruangan itu dan sosok dirimu yg membujur sendirian kian tambah dinginkan suasana, ciutkan hati. Lunglai kakiku tak mampu menompang ratusan kilo sedih, gusar dan gundahku kala mata tertutupmu yang menyambutku dan diammu coba menyalamiku. Aku hanya terpana, tersedak rasa sakit dan takut kehilanganmu yang kuwakilkan pada pelupuk mataku yang menjuntaikan air mata.
Sudah 4 hari ini kau lawan rayuan malaikat maut temanku…. Mungkin sekarang kamu sedang bersembunyi dari cengkramannya di dalamnya lautan, luasnya padang pasir, tingginya gunung atau menggendap endap di awan agar kamu bisa menemuiku lagi esok…
Suasana sepi…. diammu dan diamku bertemu….dan takkala semua hening kau coba membukakan pembicaraan dengan bahasa komamu….
Diammu mengejawantah…menjadi aksara-aksara asa, menjadi kidung lagu kepedihan, menjadi pintalan2 rasa takut dan pasrah. Diammu mengajariku bahwa begitu berharganya hidup, nikmatnya sehat, murahnya syukur dan kuatnya cinta. Diammu menabahkanku bahwa waktu terus berputar, kehidupan berotasi, ada dan tiada adalah proses menuju keabadian..
Diammu isyaratkan bahwa masih ada sisa-sisa harapan yg perlu diperjuangkan…
Dan biarlah dengan diam ku katakan.. begitu berharganya dirimu untukku…dan ribuan doa yg ku panjatkan takkan merasa bising dengan celoteh kita.


Maniz, 24 April 2008

Cinta Sepotong Roti...


Tertawa lepas kau mulai episode pagi
Saat guratan semangatmu membuncah memenuhi raut muka dan menjalar ke hatiku..
Sepotong roti tawar kesukaanmu tlah ku hidang dimeja dan seperti biasa kau menikmatinya dengan pronolog cinta.

“ Hem.. roti tawar… aku suka..!!”
“Tau gak mengapa..?? ” tanyanya sambil menggigit roti

Aku menggelengkan kepala sekenanya

“Roti tawar… yah memang tawar.. gak ada rasanya…… tapi coba kamu rasa deh…”
“semakin lama kamu mengunyah.. semakin manis kau rasa..”
“Itu artinya untuk mendapatkan kemanisan hidup.. perlu kinerja yg panjang… jangan pernah gegabah pada putusan sesaat yg mengatakan hidup itu hambar…”

Andrea berorasi bagai mentri penerangan sedang pidato..

“Dan kamu tahu Niz… senyummu adalah inti sari madu ditiap racikan roti ini..” kali ini ia genit dirasa..

Aku terbahak konyol tapi hatiku berdesir keras.. ada semacam letupan letupan emosi yang berjejal disana…namun raungan radio tlah menyamarkannya.

“Ndre….. apa arti aku bagimu..???? tanyaku coba menyusun intonasi

“Kamu bak sepotong roti tawarku dengan kemanisan senyum yg selalu kau besitkan disana serta gurihnya candamu adalah sensani rasa luar biasa..” jawab Andre lekas lekas..dengan mata berkilat kilat…. Senyuman indah…

Mata kami bertemu.. dunia berhenti berputar

“Hanya sepotong roti Ndre….???”
“Aku hanya kamu butuhkan kala kau lapar…???”
“ Dan saat kau kenyang.. apakah kau masih mengganggapku ada…?????”
Suaraku terdengar parau…. Ada pesimistis dengan segurat asa yang layu disana…

Andrea diam tercekat…kebimbangan sayup-sayup tercium.
Dan kala dia hendak membuka mulutnya… tiba-tiba hp nya berbunyi….

“hai sayang.. kutunggu jam 10 ditempat biasa….. muuuaaahhhh…..!!”
Tertulis dari segelas susunya..

Oh Ndre…. Segitunya kah kau padaku…..?????????


Maniz, 23 April 2008

Kunci Hati


Dalam raga ada hati, dan dalam hati ada suatu ruang tak bernama. Ditanganmu tergenggam kunci pintunya.

Ruang itu mungil, isinya lebih halus dari serat sutra. Berkata-kata dengan bahasa yang hanya bisa di pahami oleh nurani.

Begitu lemahnya ia berbisik, sampai kadang engkau tak terusik. Hanya kehadirannya yang terus terasa,mungkin jua sanggup kau raba dan bila ada apa-apa dengannya maka duniamu runtuh bagai pelangi meluruh usai gerimis.

Taukah engkau bahwa cinta yang tersesat adalahpembuta dunia? Sinarnya menyilaukan hingga kau terperangkap dan hatimu jadi sasaran sekalinya engkau tersekap. Begitu banyak garis batas memuai begitu engkau terbuai dan dalam puja engkau sedia serahkan segalanya. Kunci kecil itu engkau anggap pemberian paling berharga.

Satu garis jangan kau tepis: membuka diri tidak sama dengan menyerahkannya.

Diruang kecil itu, ada teras untuk tamu. Hanya engkau yang berhak ada dalam inti hatimu sendiri.
Dee ...

Ku tunggu jawab..?


Matahari menyeka panasnya duga
Atas rasamu yang bertahta tanya
Dan sebelum langit marah semerah saga
Kau janjikan jawab tak tercela dusta

Hari merambat kian senja
Tiada jawab kau ijab padaku
Menunggumu dengan dentang jam berkarat
Terpaku harap atas gundahku, ditempat

Malam makin membuka diri
Dinginnya angin sapukan bara asa
Sampai kapan rasa ini kan bertepi
Gundah merajah… ragu menggila

Dan malam merayu bulan
Aku terbenam.. terpasung di kemasgulan
Sampai pada titik jemu
Engganku terayu siluet semumu

Kini ku tak perlu jawab
Karna alam tlah beri ku bisikan
Sudah saatnya ku beranjak pulang
Lepaskan pertalian satu simpulan….

Maniz, 20 Juni 2008

Rayuan Sang Amor...


Rayuan Sang Amor mengerdipkan senja
Mengendap menuju singgasana rasa
Dimana terletak ruang tak berpenghuni
Tempatku menunggumu tanpa tepi

Sang Amor menyalakan bara
Menghangatkanku yang beku karna lara
Mengikis gelapnya gundah merajah
Tumpulkan pisau duka mencacah

Lalu terdengarlah symponi jiwa
Mengejawantah menjadi aksara cinta
Membentuk mozaik indah wajahmu
Tersenyum sematkan kata I Love You

Kini riuh gempita cinta di dada
Berjejal, membuncah, rapat tak berjeda
Menenunkan tawa, pudarkan derita
Bersamamu kuyakini aku kan bahagia

Kumohon padamu Sang Amor ku..
Sudilah bersila dalam sanubariku
Semaikan cahaya dalam redupnya hari
Setialah bertahta dalam cawan hati

Maniz, 2 Juni 2008

14 Juli 2008

Kutemui...


Kutemui bayangmu
Diantara garis kabut yang mulai surut
Kutemui senyumanmu
Diantara titik gelisah yang segera pecah
Ku temui janjimu
Diantara dentang jam yang terus memburu
Ku temui cintamu
Di rongga hatiku yang memerah
Ku temui sosokmu
Diantara binar dua bola mataku…..


Maniz, 8 Juni 2008

Paradok Cinta...


Rindu ini menganga..
Redup tapi membara
Terselubung direlung prasangka
Terendap di pelupuk mata

Kemana hendak kuwakilkan..
Getar ini trus menghujam
Rasaku...
Rinduku...
Paradok cinta.....
Fatamorgana......
Ada untuk tiada.....

Dimana senyumku tersimpan..??
Di bagian hati mana kan ku pendam..
Cinta nan terlarang
Diatas altar pasungan..

Cinta ini jua ...
menguliti sukma
berbisa...
penuh tipu daya..
namun dibingkainya
ada senyum monalisa..


Maniz, 28 Maret 2008

Lilin Merah..


Ada kalanya kesendirian menjadi hadiah ulang tahun yang terbaik.
Keheningan menghadirkan pemikiran yg bergerak kedalam, menembus rahasia terciptanya waktu.

Keheningan mengapungkan kenangan, mengembalikan cinta yang hilang, menerbangkan amarah, mengulang manis kegagalan dan indah keberhasilan.
Hening menjadi cermin yang membuat kita berkaca-suka atau tidak pada hasilnya.
Hening memberi kan banyak waktu tuk kita belajar….

Lilin merah berdiri megah diatas glazur, kilau apinya menerangi usia yang baru berganti. Hangat apinya menyala-nyala kian pancarkan suasana hati yg riang. Namun seusai disembur nafas, lilin tersungkur mati didasar tempat sampah.

Hangat nyalanya sebatas sumbu dan usailah sudah. Tragis nian….Sederet doa tanpa api menghangtkanmu di setiap kue hari, kalori bagi kekuatan hati yang takkan habis dicerna usus. Lilin tanpa sumbu menyala dalam jiwa, menerangi jalan setapakmu ketika dunia terlelap dalam gelap.

Keiklasan doa menghantarkan ribuan bintang yang tiada mampu aku beli…Dan bukankah doa menjadi doa hadiah terbaik untukmu..?

Berbahagialah, sesungguhnya engkau mampu berulang tahun setiap hari.

Dee

Oh tak mungkin.... !!!



Waktu bermain mengikis detik
Pantai bergejolak terayu ombak
Merajutku rindu tanpa titik
Prahara hati penuh dengan onak

Kuintai hasratmu dipelupuk mata
Rapat lekat tanpa jeda
Tiada kata mampu mewakilkan
Gejolak rasa tak terperikan


Diam bahasa sunyi
Hening memanen simpatiku
Jauhnya hatimu terus menguliti
Cermin hati terbias ragu

Hitam putih jadi samar
Nyata dan ingin tak tertukar
Lilin hati padam ditangan
Kejamnya tak sisakan bayangan

Kurindukan…
Indahnya bintang gemintang malam
Kala siang terang benderang
Oh tak mungkin…………….


Maniz, 17 April 2008